Thursday, April 12, 2012

Rahib di Malam Hari


             Sepertiga malam. Gemericik air kran memecah keheningan. Seperti biasa, Zaid terjaga kemudian bergegas mengambil wudhu. Dinginnya udara selepas hujan deras yang mengguyur bumi tadi malam, senada dengan yang ia rasakan tatkala air menyentuh permukaan kulitnya. Inilah Zaid. Dia benar-benar menyempurnakan wudhunya. Sambil berharap semua dosa keluar dari jasad hingga dari ujung kuku-kukunya1).
Kaki kanan mendahului keluarnya Zaid dari kamar mandi. Setelah mengeringkan wajah, ia membentangkan sajadah merahnya, meneduhkan hati, seraya mengangkat takbir membesarkan Allah Azza wa Jalla. Dalam do’a iftitah yang ia panjatkan, Zaid merasakan betul ada kedamaian yang merasuk ke dalam hatinya.
Setiap alunan ayat dan doa yang ia lantunkan benar-benar terasa telah menghidupkan cahaya ruhnya. Tanpa terasa air mata menitik tatkala ia sampai pada sembilan ayat terakhir  Surah ‘Abasa. Benar-benar menggetarkan.
Dalam sujud, ia menyungkur sambil menangis..tenggelam dalam kekhusyu’an yang kian bertambah2). Timbul sebuah pengharapan yang teramat  besar..pengharapan akan pertemuan dengan Allah dari barisan orang-orang yang mendapatkan ni’mat akhirat.
Menggenapkan sebelas rakaat, semua rukun dalam solatnya benar-benar ia sempurnakan. Air mata belum mengering, sesenggukan pun masih menyisa dalam dadanya. Lantas ia menyempurnakan cahaya malamnya dengan tasbih, tahmid, dan takbir. Ruas-ruas jarinya bergerak turut berzikir bersama ruhnya.  Di akhir dzikirnya, Zaid  bermunajat lirih mengagungkan Tuhannya,” Tiada Tuhan melainkan Allah semata, tiada sekutu bagi-Nya, bagi-Nya kerajaan dan bagi-Nya segala puji, dan Dia berkuasa atas segala sesuatu.”
Malam masih hening. Hanya ada lantunan dzikir Zaid yang menemani gulita. Subuh pun  enggan mengganggu sepertiga malam Zaid yang ia habiskan bersama Allah.

1)        Disarikan dari HR. Muslim; Imam Nawawi Hadits 3/1026 Dalam Kitab Riyadhus Shalihin jilid 2.
2)        Disarikan dari Q.S Al-Isra’: 109.

No comments:

Post a Comment